Kamis, 14 Mei 2020

Nasib Pengusaha Bus di Tengah Domino Covid-19




Beberapa bulan belakangan ini, dunia sedang diteror oleh virus keluaran baru yang diduga berasal dari Wuhan, China. Dialah virus Corona, atau Covid-19. Virus ini benar-benar menjadi momok kelam dunia di tahun 2020. Penyebarannya yang luas hingga berskala global, membuat World Health Organization (WHO) meningkatkan statusnya menjadi pandemi.

Melansir data laman Worldometers, hingga Rabu (13/5/2020) sore, total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 4.357.792 (4,3 juta) kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.611.515 (1,6 juta) pasien telah sembuh, dan 293.227 orang meninggal dunia.

Kasus terbesar berasal dari Negeri Paman Sam, Amerika Serikat dengan total 1,4 juta kasus, 296 ribu sembuh, dan 83,4 ribu orang meninggal. Disusul oleh Spanyol, Rusia, Inggris dan Italia.

Di Indonesia sendiri, angka kematian akibat pandemi ini sudah tembus lebih dari 1.000 orang korban jiwa dari total 15,4 ribu kasus. Angka ini diprediksi akan terus meningkat. Berbagai upaya preventif yang dinilai efisien dan efektif pun telah dilakukan oleh pemerintah beserta jajaran di bawahnya dalam menyiasati penanggulangan persebaran Covid-19, sehingga diharapkan bisa menekan angka kematian tersebut.

Sejauh ini, kebijakan yang sudah berjalan yaitu seperti adanya pemberlakuan status social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah, hingga adanya larangan mudik lebaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriyah, berlaku 24 April- 31 Mei 2020.

Kebijakan ini pun menuai polemik di tengah masyarakat. Ada yang pro, ada pula yang kontra. Beragam argumentasi pun dijadikan amunisi pandangannya. Mana yang salah, dan mana yang benar? Entahlah. Semua terkena imbasnya. Tergantung dari sudut mana seseorang itu memandang, yang jelas pandemi ini benar-benar membuat kehidupan semua orang resah, seakan sulit dan sempit.

Bagaikan domino, perekonomian dari berbagai sektor pun semakin lesu lantaran terkena efeknya. Salah satunya datang dari sektor transportasi yang dinilai paling terpukul dengan adanya pandemi ini, belum lagi ditambah adanya kebijakan PSBB dan  anjuran larangan mudik tadi.

Secara tidak langsung, efek dominonya memaksa para pengusaha bus untuk melarang operasi seluruh armada angkutan umumnya di sejumlah daerah. Alhasil, banyak pegusaha bus yang mengeluh dan turut berdampak terhadap kinerja perusahaannya.

Bayang-bayang akan mimpi buruk selanjutnya pun muncul. Tidak ada pemasukan, omset turun, rugi besar, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan, hingga sampailah pada puncaknya bahwa perusahaan itu dinyatakan pailit karena tidak mampu lagi membayar kewajibannya kepada si piutang, dan “BOOMMM!!!” perusahaan itu pun kolaps - gulung tikar.

Jika sudah begini, lantas bagaimana? Siapa yang salah? Hmm.

Melansir portal berita BBC News Indonesia, Selasa (28/4/2020), dikatakan bahwa larangan mudik dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat wabah virus corona berpotensi menghancurkan industri transportasi darat, seperti yang dialami Perusahaan Otobus (PO) Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), dan bus pariwisata.

Dalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa salah satu perusahaan otobus yang telah berkecimpung di industri transportasi selama lebih dari 45 tahun bernama San Putra Sejahtera telah menelan kerugian hingga Rp. 6 miliar dan pendapatan Rp. 0, akibat dari tidak beroperasinya bus dan tidak ada stimulus dari pemerintah.

Hassanudin Adnan, selaku Komisaris Utama PO San Putra Sejahtera berharap agar pemerintah segera memberikan bantuan keringanan pembayaran pinjaman bagi perusahaan dan juga bantuan sosial kepada awak pekerjanya.

Masih dalam artikel yang sama, ada juga sebuah perusahaan antar jemput Jakarta-Bandung yang telah memecat seluruh karyawannya.

Hmm, speechless.

Sebenernya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus berupaya dalam menangani ini dengan melakukan finalisasi rancangan peraturan pemerintah untuk memberikan keringanan kredit kepada industri usaha termasuk transportasi umum. Walaupun dengan harapan aturan tersebut akan selesai dan bisa diterapkan pada pertengahan Mei mendatang.

Pemerintah juga akan mengeluarkan tiga stimulus bantuan bagi mereka pengusaha transportasi yang terdampak pandemi ini. Namun, apakah dengan adanya stimulus ini benar-benar bisa membantu nasib para perusahaan transportasi tetap survive, khususnya perusahaan otobus yang memiliki jumlah armada bus yang banyak? Mengingat sudah kadung jauh terimbas. Atau, nasibnya justru akan tetap sama dengan apa yang dialami PO San Putra Sejahtera dan perusahaan antar jemput Jakarta-Bandung yang telah memecat seluruh karyawannya? Hmm, entahlah yak, semoga bisa meringankan bebannya.

Bingung juga mau nyalahin siapa dalam situasi seperti ini? Bisa survive tidaknya tergantung strategi yang diambil masing-masing perusahaan dalam menyiasati pandemi Covid-19 serta kebijakan pemerintah.

Di sisi lain, pemerintah pun pasti sudah berupaya penuh dalam mengatasi problematika ini melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Walaupun jujur, terkadang masih ada kebijakan yang rasanya “mencla-mencle” dan kerap membuat bingung. Sehingga kadang terbesit sebuah pertanyaan, “Sebenernya, sudah efisien dan efektifkah kebijakan pemerintah dalam menyetop badai domino ini?”
_ _ _

*Tulisan ini murni buah pikiran penulis yang diambil dari sudut pandang penulis akan suatu kondisi yang menimpa nasib para pengusaha bus akibat pandemi Covid-19, dan tidak ada maksud menyudutkan pihak lain.

Written by: Jumadi
Image Source: https://policyscotland.gla.ac.uk/
Share: