BAB
X
AKAL
DAN WAHYU (I)
Menurut
Islam ada dua jalan untuk memperoleh pengetahuan yaitu wahyu dan akal.
Pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu kebenarannya bersifat mutlak, sedang
yang diperoleh akal bersifat relative. Dari dua jalan tersebut muncul masalah,
diantaranya:
a.
Bagaimana kedudukan pengetahuan hasil
akal dibanding pengetahuan dari wahyu?
b.
Dapatkah akal menandingi wahyu?
c.
Haruskah akal tunduk kepada wahyu?
d.
Kalau tunduk, bagaimana kalau terjadi
pertentangan antara pengetahuan hasil akal dengan wahyu?
e.
Pengetahuan mana yang lebih dipercaya,
hasil akal atau wahyu?
Dalam kaitan dengan
agama, muncul pertanyaan:
a.
Sejauh mana akal dapat menerima
pengetahuan keagamaan?
b.
Kalau akal dapat menerima pengetahuan
keagamaan, apa sebenarnya fungsi wahyu?
c.
Haruskah akal dengan wahyu bertentangan?
d.
Haruskah agama dengan falsafah bermusuhan?
e.
Haruskah agama dengan ilmu pengetahan
berlawanan?
B. Pengertian
1.
Akal
Akal berasal dari kata bahasa arab ‘aqala-ya’qilu’ yang
secara lughawi memiliki banyak makna, sehingga kata al-‘aql sering disebut
sebagai lafzh musytarak, yakni kata yang memiliki banyak makna. Kata al-‘aqlu
sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun ruhaniyyun bihi tudriku
al-nafsu ma la tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya
seseorang dapat mencapai, mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
indra. Sedangkan kata al-‘aqil (bentuk pelaku, isim fa’il) sering digunakan
untuk menyebutkan manusia, karena manusialah yang berakal. Makhluk selain
manusia disebut dengan ghair al-‘aqil (makhluk tak berakal).
Atas dasar beberapa pengrtian lughawi diatas, maka yang dimaksut dengan akal dalam konteks pembahasan Studi Islam ini adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang dimiliki manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akan tetapi dalam pengertian ini pulalah yang dalam islam dihadapkan (tetapi bukan dipertentangkan) dengan wahyu, yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yaitu dari Allah.[2]
Atas dasar beberapa pengrtian lughawi diatas, maka yang dimaksut dengan akal dalam konteks pembahasan Studi Islam ini adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang dimiliki manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akan tetapi dalam pengertian ini pulalah yang dalam islam dihadapkan (tetapi bukan dipertentangkan) dengan wahyu, yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yaitu dari Allah.[2]
a.
Bahasa
Paham,
mengerti, berpikir, mengikat, menahan, mengekang hawa nafsu, kebijaksanaan (an
nuhu), kalbu (al qalbu), memahami, kecerdasan praktis (practical intelligence),
kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity).
b.
Istilah
a)
Menghubungkan peristiwa dengan sebab
akibat dan konklusinya.
b)
Merupakan salah satu dari daya jiwa
manusia : Daya bernafsu (al quwwatusy syahwatiyah) di perut, daya berani (al
quwwatul ghadhabiyah) di dada, dan daya berpikir (al quwwatun nathiqah) di
kepala. (Men. Al Kindi 769-873).
Menurut
Ibnu Miskawih (941-1030 M) manusia mempunyai tiga nafsu, yaitu nafsu bahamiyah
(kebinatangan), nafsu sab’iyyah (keberanian), dan nafsu nathiqah (berfikir).
Kalau
binatang dan tumbuh-tumbuhan mempunyai lebih dari satu daya, manusia hanya
mempunyai satu daya yaitu daya berfikir atau akal. Akal terbagi menjadi dua,
yaitu:
a)
Akal praktis (‘amilah), yang menerima
arti-arti yang berasal dari materi dari indera pengingat yang ada pada nafsu
bahamiyah.
b)
Akal teoritis (‘alimah), yang menagkapa
arti-arti murni, yang tidak berbentuk materi, seperti Tuhan, roh, dan malaikat.
Akal
praktis memusatkan perhatian kepada alam materi memangkap kekususan
(juz’iyat=particular), akal teoritis menangkap metafisis, dunia immateri dan
keumuman (kulliyat=universal). Akal teoritis mempunyai empat derajat, yaitu:
a)
Akal materiil, berfikir materi.
b)
Akal bakat, berfikir abstrak.
c)
Akal aktuil, menangkap kaidah umum,
gudang akal abstrak.
d)
Akal perolehan (akal mustafad), akal
abstrak yang mudah sekali dikeluarkan. Akal mustafad adalah akal tertinggi dan terkuat dayanya, tidak pernah berada dalam alam
materi. Akal mustafad dapat menangkap cahaya yang dipancarkan Allah ke alam
materi melalui akal yang sepuluh (dalam falsafah Al-Farabi, atau falsafah
emanasi Al-Farabi).
Falsafah emanasi
Al-Farabi adalah sebagai berikut:[3]
Skema
Falsafah
Emanasi, Jiwa dan Akal
Al-Farabi
(Berdasar Astronomi)
Allah
Langit Pertama ● Akal
I
Bintang-bintang ● Akal
II
Saturnus ● Akal
III
Yupiter ● Akal
IV
Mars ● Akal
V 9
Malaikat
Lain
Matahari ● Akal
VI
Venus ● Akal
VII
Merkurius ● Akal
VIII
Bulan ● Akal
IX
Akal
X Malaikat Jibril
Bumi ●
III. Jiwa Manusia Perolehan
Aktuil
Bakat
Teoritis Materiil
Daya berfikir: akal
Praktis
II.
Jiwa Binatang Pengingat
Penganggap
Pengreka
2.
Wahyu
Kata wahyu berasal dari bahasa arab al-wahyu, merupakan kata
asli arab, bukan kata pinjaman dari bahasa asing (mu’ar-rab). Kata itu memiliki
arti suara, api, dan kecepatan. Al-wahyu juga sering diartikan dengan bisikan,
isyarat, tulisan dan kitab. Oleh karena itu, wahyu dipahami sebagai
pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.[4]
a.
Bahasa
Menurut
bahasa (lughah), kata wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy yang
memiliki beberapa arti, di antaranya; suara, tulisan isyarat, bisikan, paham
dan juga api.[5]
b.
Istilah
a)
Apa yang dsampaikan Tuhan kepada
Nabi-nabi.
b)
Firman Tuhan yang disampaikan oleh orang
pilihan-Nya agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
c)
Ajaran, petunjuk dan pedoman yang
diberikan Allah kepada Nabi, yang diperlukan manusia dalam perjalanan hidupya
maupun di akhirat.
d)
Sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad terkumpul semuanya di dalam Al-Qur’an.
Ada
tiga cara wahyu diturunkan kepda Nabi, yaitu:
a)
Melalui jantug hati seseorang dalam
bentuk ilham.
b)
Dari belakang tabir sebagai yang terjadi
dengan Nabi Musa.
c)
Melalui utusan yang dikirimkan yaitu
malaikat (Asy-Syura 42:47).
Nabi
Muhammad mendapatkan wahyu dengan car yang ketiga yaitu melalui Malaikat Jibril
(Asy-Syura 26:192-195). Pemberian wahyu adalah komunikasi antara Allah
(immateri) dengan Nabi Muhammad (materi), hal ini dapat terjadi menurut ahli
filsafat dan tasawuf. Dalam falsafah emanasi Al-Farabi, jiwa dan akal manusia
yang telah mencapai derajat mustafad dapat mengadakan hubungan dengan akal
kesepuluh, yang menurut Ibnu Sina adalah Malaikat Jibril. Rasulullah tanapa
latihan dapat mengadakan komunikasi dengan malaikat Jibril. Akal demikian
mempunyai kekuatan suci, diberi nama hads, dan hanya dimiliki para Nabi.
Komunikasi Nabi Muhammad dengan malaikat Jibril bersifat materi, bukan
immateri.
a. Mu’tzilah
Semua
persoalan di atas dapat diketahui akal manusia. Dengan kecerdasannya manusia
dapat mencapai makrifat.
b. Asy-Ariyah
Akal
dapat mengetahui adanya Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui cara berterima
kasih kepada Tuhan, tidak tahu yang baik dan buruk. Untuk mengetahuinya perlu
wahyu.
c. Maturidiyah
Akal
dapat mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahui dan berterima kasih kepada
Tuhan, tetap tidak dapat mengetahui bagaimana kewajiban berbuat baik dan
meninggalkan yang buruk. Maka perlu wahyu.
1.
Untuk
memberikan petunjuk berkaitan dengan sesuatu yang ghaib dan diluar jangkauan
akal.
2.
Untuk
memberikan gambaran kehidupan setelah kematian
3.
Untuk
mengatur kehidupan sosial ditengah-tengah masyarakat.
4.
Menurut:
a. Mu’tazilah
Wahyu
berfungsi untuk memperpendek jalan mengetahui keberadaan Tuhan, dan
mengingatkan manusia tentang kewajiban-kewajibannya.
b.
Asy-Ariyah
Wahyu
sangat penting kedudukannya dan menentukan agar manusia mengetahui
keawajiban-kewajibannya.
c.
Al-Maturidiyah
Wahyu
kedudukannya lemah, diperlukan untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia.
***
[1] Aminuddin. 2009. Aqidah. Jakarta
: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Bab X, Hlm. 1.
[2] http://ephacunk.blogspot.com/2011/03/akal-wahyu.html
[3] Aminuddin. 2009. Aqidah. Jakarta
: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Bab X, Hlm. 3.
[4] http://ephacunk.blogspot.com/2011/03/akal-wahyu.html
[5] http://www.ariffachrudin.50megs.com/bab07a.htm
[6] Aminuddin. 2009. Aqidah. Jakarta
: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Bab X, Hlm. 5.
[7]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=fungsi%20wahyu&source=web&cd=4&ved=0CC8QFjAD&url=http%3A%2F%2Fblog.uad.ac.id%2Fsyam%2Ffiles%2F2009%2F11%2FRANGKUMAN-STUDI-ISLAM-I.doc&ei=Be_ITuj1HM7OrQeilNS2Dg&usg=AFQjCNHw07Q2HwGq2rWstW6nydAKt2cPnw&cad=rja