Minggu, 11 Desember 2011

Iman dan Kufur


BAB XII
IMAN DAN KUFUR

A.    Iman

1.      Pengertian

Secara bahasa kata “iman” berasal dari bahasa Arab “amana” yang berarti “memberi keamanan”. Atau “amana-yu’minu-imanan” berarti “percaya”. Berdasarkan Al-Qur’an iman adalah mempercayai segala sesuatu yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi-Nya. Sedangkan menurut Jumhur iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Serta berdasarkan hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menerangkan: Iman itu adalah engkau percaya kepada (rukun iman yang enam).[1]
Jika dilihat dari asal bahasa kata iman berasal dari bahasa arab yang berarti membenarkan, dan dalam bahasa Indonesia kata iman berarti percaya yaitu sebuah kepercayaan dalam hati dan membenarkan bahwa adanya Allah SWT itu benar-benar ada serta membenarkan dan mengamalkan semua yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan mempercayai Rasul-Rasul sebelumnya. Iman merupakan inti dasar dari sebuah peribadatan, tanpa adanya keimanan sangat mustahil seseorang dapat membenarkan adanya Tuhan.

2.      Istilah Teologi[2]

Dari pengertian diatas, kemudian di dalam pembahasan ilmu tauhid/kalam, konsep iman dan kufur ini terpilih menjadi tiga pendapat:
a.       Iman adalahtashdiq di dalam hati. Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudahtashdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, ia sudah disebut beriman, sekalipun perbuatannya tidak sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Konsep Iman seperti ini dianut oleh mazhab Murjiah, sebagaian penganut Jahmiah, dan sebagaian kecil Asy’ariah.
b.      Iman adalahtas hdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang pentingtashdiq dan ikrar. Konsep iman seperti ini dianut oleh sebagian pengikut Maturidiah
c.       Iman adalahtas hdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan, konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman. Karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain.

Secara umum muktazillah merumuskan unsur-unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan. Bagi Murjiah, bahwa iman itu hanyalah ma’rifah kepada Allah semata-mata. Sedangkan bagi Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati, dan itulah iktikad. Disini terdapat persaman antara konsep Murjiah dan Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati bagi iman atas pengakuan. Cuma Murjiah menggunakan perkataan ma’rifah, sementara Asy’ariyyah menggunakan al-tasdiq.[3]
Selanjutnya konsep Maturidiyyah secara umumnya sama dengan konsep Asy’ariyyah dari ahli al-sunnah wa al-jama’ah, cuma sedikit perbedaan, yaitu bagi Maturidiyyah tasdiq dengan hati mesti satu kesatuan beriqrar dengan lidah. Sedangkan bagi Asy’ariyyah hanya dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan, taqrir dengan lisan tidak diperlukan, kerana taqrir dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam adalah merupakan cabang dari iman.
Pendapat Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah golongan Asy’ariyyah yang agak lebih lengkap tentang iman seperti yang diberikan oleh al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun Nasution, ia menerangkan bahawa ada tiga bahagian.
a.       Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, yaitu: Mengakui Tuhan, kitab, para Rasul, qadar baik dan jahat, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syari’at.
b.      Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasiq dari seseorang serta melepaskan dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi segala dosa besar.
c.       Iman yang menjadikan seseorang itu memperoleh prioritas untuk langsung masuk ke surga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunat dan menjauhi segala dosa.
Dari uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahawa konsep iman dari lima aliran ini, secara umum dapat dibagi kepada dua:
1)      Konsep yang menerima unsur-unsur iman itu secara mantap ketiga-tiganya, yaitu, al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih atau al-‘amal bi al-arkan.
2)      Konsep yang menekankan kepada unsur pertama saja dari ketiga-tiga unsur tersebut. Unsur-unsur kedua dan ketiga bagi golongan ini hanya merupakan cabang-cabang saja dari iman. Pendapat yang kedua ini terdapat pada golongan yang berpendapat arti iman sebagai ma’rifah dan tasdiq. Golongan ini termasuk Murjiah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.

Dalam hal hukum kewajiban beriman, kewajiban beriman kepada Allah dapat diketahui melalui wahyu dan akal. Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah sependapat mengatakan bahwa mengetahui adanya Allah dapat diketahui melalui akal, tetapi tentang wajibnya beriman hanya semata-mata karena akal tidak disetujui oleh Asy’ariyyah. Bagi Asy’ariyyah soal wajibnya beriman adalah melalui ketentuan wahyu, bukan lantaran akal. Pendapat Asy’ariyyah itu ditolak oleh Mu’tazilah dan Maturidiyyah. Bagi kedua aliran ini, akal sudah dapat mengantar manusia untuk wajib beriman kepada-Nya.
Sejak kapan orang itu mulai diwajibkan beriman kepada Allah. Menurut Mu’tazilah dan Abu Mansur al-Maturidi, apabila manusia telah berakal. Umur atau usia tidak dipandang, usia anak atau orang dewasa, wajib beriman kepada Tuhan. Sebaliknya bagi Asy’ariyyah, anak-anak yang belum baligh atau dewasa, belum berakal, mereka tidak diwajibkan beriman, karena mereka belum ditaklifkan atau diberikan beban tanggungjawab. Selanjutnya bagi Imam al-Syafi’i, pengikut Asy’ariyyah, mengatakan bahwa anak-anak belum dianggap wajib menerima seruan dakwah.
Pembahasan berikut adalah mengenai kewajiban beriman bagi manusia sebelum adanya Rasul. Menurut Mu’tazilah dan Maturidiyyah aliran Samarkand walaupun Tuhan belum mengutus Rasul kepada manusia, tetapi dengan akal manusia sudah wajib mengenal Allah dan keEsaan-Nya, begitu juga mengenai kewajiban beriman sebelum Rasul diutuskan oleh Allah. Mereka merujuk kepada surah Nuh, 71: I-2:Terjemahnya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih". Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu“.(Qs. An-Nuh:1-2)[4]




3.      Iman dapat bertambah atau berkurang?[5]

Ada dua pendapat mengenai hal ini, yaitu:
a.       Iman tidak dapat bertambah atau berkurang.
b.      Iman bisa bertambah dan berkurang. Pendapat ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1)      Yang bertambah adalah tashdiq dan amal.
2)      Yang bertambah hanya tashdiqnya.
4.      Sebab-sebab Bertambahnya Iman
a.       Belajar ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari al-Qur`aan dan as Sunnah. Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat karena ilmu menjadi sarana beribadah kepada Allah Ta’ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan pas.[6]
b.      Merenungi ayat-ayat kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-makhluk Allah Ta’ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman. Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Di antara sebab dan faktor pendorong keimanan adalah tafakur kepada alam semesta berupa penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhuk penghuninya dan meneliti diri manusia itu sendiri beserta sifat-sifat yang dimiliki. Ini semua adalah faktor pendorong yang kuat untuk meningkatkan iman”.[7]
c.       Berusaha sungguh-sungguh melaksanakan amalan shalih dengan ikhlas, memperbanyak dan mensinambungkannya. Hal ini karena semua amalan syariat yang dilaksanakan dengan ikhlas akan menambah iman. Karena iman bertambah dengan pertambahan amalan ketaatan dan banyaknya ibadah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menuturkan, “Di antara sebab pertambahan iman adalah melakukan ketaatan. Sebab iman akan bertambah sesuai dengan bagusnya pelaksanaan, jenis dan banyaknya amalan. Semakin baik amalan, semakin besar penambahan iman dan bagusnya pelasanaan ada dengan sebab ikhlas dan mutaba’ah (mencontohi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Sedangkan jenis amalan, maka yang wajib lebih utama dari yang sunnah dan sebagian amal ketaatan lebih ditekankan dan utama dari yang lainnya. Semakin utama ketaatan tersebut maka semakin besar juga penambahan imannya. Adapun banyak (kwantitas) amalan, maka akan menambah keimanan, sebab amalan termasuk bagian iman. Sehingga pasti iman bertambah dengan bertambahnya amalan.”[8]
5.      Sebab-sebab Berkurangnya Iman
Sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri (faktor internal) dan ada yang berasal dari luar (faktor eksternal).
۞ Faktor internal berkurangnya iman
a.       Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar berkurangnya iman, sebagaimana ilmu adalah sebab terbesar bertambahnya iman.
b.      Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab penting berkurangnya iman.
c.       Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah Ta’ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah Ta’ala mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau, “Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun bertingkat-tingkat”.[9]
d.      Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammaratu bissu’). Inilah nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan, sebagaimana Allah Ta’ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs Yusuf: 53)
Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung kepada Allah Ta’ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal dan setelahnya.
۞ Faktor eksternal berkurangnya iman
a.        Syeitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
b.      Dunia dan fitnah (godaan)nya.  Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman. Sebab semakin semangat manusia memiliki dunia dan semakin menginginkannya, maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akherat, sebagaiman dituturkan Imam Ibnul Qayyim.
c.       Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya: “Seorang itu berada di atas agama kekasihnya (teman dekatnya), maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.”[10]
B.     Kufur

1.      Pengertian[11]

Arti kufur secara etimologi, kufur artinya menutupi, sedangkan menurut terminologi syariat, kufur artinya ingkar terhadap Allah swt, atau tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya maupun tidak. Perbedaannya, kalau mendustakan berarti menentang dan menolak, tetapi kalau tidak mendustakan artinya hanya sekedar tidak iman dan tidak percaya. Dengan demikian kufur yang disertai pendustaan itu lebih berat dari pada kufur sekedar kufur.
Kufur dalam bahasa arab berarti menyembunyikan dan menutup. Al-Qurthubiy juga menyatakan bahwa asal makna kafir (al-kufr) adalah tertutup (al-sitru wa al-taghthiyah). Oleh karenanya, orang Arab menyebut “malam” dengan kata kafir karena malam menyembunyikan sesuatu sehingga tidak nampak oleh mata.[12]
Kafir adalah lawan dari iman. Jika iman berarti mengetahui Allah maka kafir adalah tidak mengetahui Allah. Jika dikatakan iman adalah taat maka kafir berarti maksiat. Sehingga orang kafir adalah orang yang tidak bisa mengetahui dan memahami Allah dan segala yang datang dari Allah, sehingga tidak bisa percaya kepada-Nya, dan cenderung melakukan maksiat kepada Allah. Definisi lain untuk kafir adalah sebutan bagi orang-orang yang keluar dari landasan islam. Seorang yang kafir dapat melihat dalil-dalil tauhid di hadapannya dan sesuatu yang mendorongnya agar beriman kepada Allah, tetapi dia tetap berbuat dalam kebatilan dan kekufurannya seolah-olah dia tidak dapat melihat dalil tersebut.[13]

2.      Pembagian

Kufur ditinjau dari berat tidaknya dosa ada dua macam, yaitu kufur akbar (kufur besar) dan kufur ashghar (kufur kecil). Ada pun penjelasannya yaitu sebagai berikut:
a.      Kufur Akbar (Kufur Besar)[14]
Kufur besar adalah kufur yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan kufur besar ini ada lima macam:
1)      Kufur takzib, kufur yaitu karena mendustakan. Allah swt berfirman: ”Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya ? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?”. (QS. Al- Ankabut : 68)
2)      Kufur iba’wa istikbar, kufur yaitu karena enggan dan sombong, padahal ia tahu dan membenarkannya. Allah berfirman: ”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ”Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (Al-Baqarah: 34)
3)      Kufur syak atau kufur zann, yaitu kufur karena ragu terhadap kebenaran ajaran Allah, termasuk keyakinan kepada hari kiamat. Allah berfirman: ”Dan dia memasuki kebunnya sedang ia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: ”Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu”. (QS. Al- Kahfi: 35-36). Kawannya (yang mu’min) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: Apakah kamu kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna”. Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Rabbku”. (QS. Al- Kahfi: 37-38)
4)      Kufur I’rad, yaitu kufur karena berpaling, dalilnya adalah firman Allah swt: ”Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka”. (QS. AL- Ahkaf: 3)
5)      Kufur Nifak, yaitu kufur karena nifaq, dalilnya firman Allah: ”Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti”. (QS. Al-Munafiqun : 3)

b.      Kufur Ashghar (Kufur Kecil)[15]
Kufur kecil, adalah kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan ia adalah kufur amali. Kufur amali adalah dosa-dosa yang disebut dalam Al- Qur’an dan As- Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar.
Contoh kufur ashghar diantaranya yaitu:
1)      Kufur nikmat sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: ”Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir”. (QS. An-Nahl: 83)
2)      Termasuk juga membunuh orang muslim. Rasulullah SAW bersabda: ”Mencaci seorang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggel leher sebagian yang lain”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
3)      Termasuk juga bersumpah dengan selain Allah. Rasulullah SAW bersabda :”Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah kafir atau musyrik”. (At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim)

Yang demikian itu karena Allah tetap menjadikan para pelaku dosa sebagai orang-orang mukmin. Allah berfirman: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh”. (Al-Baqarah : 178). Allah tidak mengeluarkan orang yang membunuh dari golongan orang-orang beriman, bahkan menjadikannya sebagai saudara bagi wali yang (berhak melakukan) qishash.[16]
Share:

0 Komen:

Posting Komentar