Kesimpulan
Keunggulan Otonomi
Daerah Sebagai Landasan Kemandirian Daerah
Salah satu
keunggulan dari adanya pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yaitu
dengan otonomi daerah dapat menjadikan
sebagai landasan kemandirian daerah.
Menurut
pemahaman saya, masalah pokok yang perlu kita kaji dengan cermat adalah
pemberdayaan daerah secara keseluruhan untuk menopang kemandirian dalam
kebersamaan Negara Kesatuan RI. Proses desentraslisasi dan pemberian otonomi
daerah adalah proses yang tak terelakkan, imperatif harus dilaksanakan bila
kita tetap ingin mempertahankan kesatuan bangsa dan negara kita. Dalam kerangka
inilah saya melihat upaya pemberdayaan legislatif daerah baik sebagai tonggak
utama dari penegakan demokrasi maupun kemandirian daerah.
Proses desentralisasi dan pemberian
otonomi daerah untuk memberdayakan daerah lahir dari suatu paradigma
pemerintahan era reformasi. Karena itu, seyogianya diletakkan dalam kerangka
pradigma baru itu. Untuk itu, sekilas saya akan mengelaborasi beberapa ciri
pokok dari paradigama baru pemerintahan bila dibandingkan dengan cirri-ciri
pokok paradigma lama pemerintahan.
Setelah jelas
paradigma baru pemerintahan dimaksud barulah akan saya coba untuk
mengidentifisir beberapa butir permasalahan pokok yang perlu dicermati dan dicarikan
jalan-keluarnya. Upaya seperti ini perlu agar proses desentralisasi dan
pemberian otonomi daerah untuk memperkuat kemandirian daerah sebagai implikasi
dari tekad reformasi yang telah bergulir dalam dua tahun terakhir ini dapat
dengan selamat mencapai tujuannya tanpa terkooptasi oleh jaringan kepentingan
lama yang telah menelantarkan pemberdayaan daerah selama ini.
Saya berharap,
dalam semangat reformasi dan juga dalam spirit ilmiah-kritis, saudara-saudara
jangan menelan begitu saja berbagai gagasan yang saya lontarkan. Aapa yang saya
paparkan ini bukan suatu pengarahan suatu kosa-kata Orde Baru yang sangat
melecehkan kemampuan intelektualitas manusia kritis – tetapi sebaiknya
saudara-saudara bahas dan kaji lebih lanjut dalam Lokakarya Pemberdayaan Legislatif
Daerah ini.
1.
Paradigma Baru Pemerintahan
Seperti mungkin
telah kita ketahui bersama bahwa yang dinamakan paradigama adalah suatu jendela
bathin melalui mana kita melihat atau mengamati dan mengkaji kenyataan.
Biasanya suatu paradima itu terdiri dari seperangkat asumsi dan
keyakinan-keyakinan dasar yang membentuk
bingkai atau kerangka – seperti halnya sebuah jendela – yang digunakan dalam
suatu pengkajian tertentu.
Karena itu, bila
kita berbicara tentang paradigma pemerintahan maka sebetulnya kita berbicara
tentang seperangkat asumsi-asumsi dasar dan keyakinan yang membingkai baik
titik-tolak konseptual pemerintahan, sistem dan tata-organisasi pemerintahan,
kebijakan pemerintahan, serta program dan kegiatan pemerintahan. Marilah kita
telaah apa saja perbedaan-perbedaan pokok paradigama lama pemerintahan RI
dengan paradigma baru pemerintahan RI dalam mensikapi butir-butir pokok
pemerintahan tersebut.
Marilah kita
cermati keyakinan-keyakinan dasar titik-tolak konseptual pemerintahan dari
paradigma baru yang saya tawarkan. Menurut pendapat saya, keyakinan dasar
paradigma baru pemerintahan perlu diletakkan dalam kerangka reformasi. Dan
keyakinan dasar reformasi adalah perlunya pengembalian kedaulatan rakyat yang
selama Orde Baru terampas dan tergenggam dalam tangan rejim balik ke tangan
rakyat lagi. Itu berarti, berbagai keputusan yang menyangkut hajat hidup orang
banyak harus dibuat dengan sepengetahuan rakyat, dengan ke-ikut-sertaan rakyat
dan dengan mekanisme pemantauan dan evaluasi yang dibuat oleh rakyat. Keyakinan
dasar ini kemudian diterjemahkan dalam proses pemilu untuk memilih wakil-wakil
rakyat yang calon-calon nya ditawarkan oleh berbagai partai politik yang
bersaing. Peran pro-aktif wakil rakyat kemudian dilengkapi juga oleh pers,
Ornop, insan kampus dan debat publik. Semua upaya itu adalah untuk
memberdayakan dan memantapkan fungsi kontrol yang sudah terlalu lama
dimandulkan oleh rejim Orde Baru yang lalu. Secara sistemik pemerintahan, ini
berarti lembaga-lembaga legislatif dan yudikatif seyogianya semakin berdaya
pada saat berhadapan dengan lembaga eksekutif. Karena itu dapat disimpulkan
bahwa keyakinan dasar pertama dari titik-tolak konseptual pemerintahan adalah
pengembalian kedaulatan rakyat balik ke rakyat sedangkan keyakinan dasar kedua
adalah perlunya pemantapan sistem dan mekanisme kontrol rakyat terhadap
penyelenggara pemerintahan baik dalam bidang legislatif, eksekutif maupun
yudikatif.
Kontrol yang efektif hanya dapat
terwujud bila sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama ini tertutup dan
cenderung menjadi ajang persekongkolan elit diupayakan menjadi sistem yang
terbuka (transparent). Dengan demikian keterbukaan (transparency) adalah
keyakinan dasar ketiga dari titik-tolak konseptual paradigma baru pemerintahan
yang saya ajukan.
Prasyarat lain
agar secara efektif dapat melakukan kontrol atas jalannya pemerintahan adalah
keadaan di mana rakyat telah berdaya untuk melakukan itu. Oleh sebab itu
keyakinan dasar keempat dari titik-tolak konseptual paradigma baru pemerintahan
adalah perlunya pemberdayaan rakyat (people empowerment) . Pemberdayaan rakyat
ini perlu diupayakan baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial maupun acuan
kelembagaan budaya mereka.
Pemberdayaan rakyat dalam semangat
reformasi dan desentralisasi hanya secara efektif dapat dilakukan di tingkat
pergulatan akar-rumput. Oleh sebab itu, fokus lingkup upaya pemberdayaan perlu
sangat membumi di tingkat lokal. Go local adalah keyakian dasar kelima dari
titik-tolak konseptual paradigma baru pemerintahan.
2.
Implikasi Paradigma Baru Pemerintahan
Implikasi dari
keyakinan dasar yang pertama dan kedua tentang perlunya pengembalian kedaulatan
rakyat balik ke tangan rakyat lagi dan mendesaknya pemantapan kontrol rakyat
bagi paradigma baru pemerintahan adalah bahwa seyogianya pengembalian dan
pemantapan itu terwujud pada tingkat akar-rumput di daerah-daerah. Semakin
dekat dan terjangkau semua sistem dan mekanisme pemerintahan oleh rakyat jelata
semakin dekat kita pada pencapaian tujuan reformasi. Desentralisasi dan
pemberian otonomi daerah adalah langkah-langkah konkrit untuk mengfasilitasi
pengembalian kedaulatan rakyat dan pemantapan kontrol rakyat dimaksud tadi.
Oleh kartena itu
proses desentralisasi dan pemberian otonomi daerah harus dipahami dalam paket
yang lengkap-komperhensif. Artinya, bukan hanya wewenang dan kekuasaan
eksekutif pusat saja yang harus diserahkan pada eksekutif daerah tetapi juga
seluruh sistem dan mekanismepemerintahan yang juga meliputi system legislative
dan yudikatif juga harus diperkuat di daerah-daerah. Karena itu, proses
desentralisasi kekuasaan eksekutif harus segera dibarengi dengan desentralisasi
infra struktur demokrasi di daerah. Infra struktur demokrasi di daerah itu
terdiri dari : (1) partai politik lokal (Local political parties); (2) Ornop
local (Local NGOs); (3) pers local (Local press); (4) universitas lokal (Local
universities) dan polisi daerah (local police). Hanya bila kelima unsur infra
struktur demokrasi di daerah ini dapat diberdayakan barulah kita dapat berharap
kedaulatan rakyat benar-benar telah dikembalikan ke rakyat dan bukannya hanya
sekedar pengalihannya dari eksekutif nasional ke eksekutif lokal. Bila hal
terakhir ini yang terjadi maka proses reformasi dapat dikatakan gagal karena ia
hanya dapat melengserkan Soeharto tetapi pada giliran berikutnya ia justeru
melahirkan banyak Soeharto-Soeharto kecil di daerah-daerah.
Implikasi dari
keyakinan dasar yang ketiga yang berkenaan dengan perlunya keterbukaan
(transparency) adalah bahwa rakyat melalui para wakilnya di DPR daerah dan juga
dengan bantuan dan sokongan dari pers lokal, Ornop lokal serta universitas
lokal mampu membuka ruang publik yang semakin merata diikuti oleh seluruh warga
guna mencermati, memantau dan menilai kinerja dari pemerintahan daerah. Makna
hakiki dari keterbukaan adalah terkuaknya kesempatan yang diatur secara
kelembagaan bagi yang diperintah (the ruled) untuk menilai yang memerintah (the
Ruler).
Keempat,
implikasi dari keyakinan dasar bahwa rakyat perlu diberdayakan (being
empowered) adalah bahwa perlu dilakukan : (1) pembukaan akses bagi rakyat ke
berbagai sumberdaya strategis yang ada di suatu daerah; (2) pemberian
kesempatan bagi rakyat lokal untuk turut memiliki sumberdaya strategis yang
ada; dan, akhirnya (3) dibukanya kesempatan bagi rakyat local untuk turut
mengontrol sumberdaya-sumberdaya strategis yang dimiliki daerah. Untuk dapat
melakukan ini semua, pertama-tama perlu dilakukan identifikasi berbagai SDA
yang dipunyai oleh suatu daerah. Hal ini dapat dilakukan oleh universitas lokal
dengan pengarahan dari Dewan Riset Daerah. Sesudah semua SDA teridentifikasi
maka pada tahap berikutnya barulah diputuskan suatu kebijakan pengembangan SDM
daerah yang relevan seiring dengan pengembangan berbagai jaringan prasarana
darat, laut dan udara yang menyokong eksploitasi SDA. Secara perlahan-lahan
diharapkan perangkat kelembagaan akan di/tercipta sesuai dengan dinamika
pertumbuhan.
Kelima,
implikasi dari keyakinan dasar bahwa sekarang sudah tiba saatnya bagi kita
untuk Go Local adalah bahwa kita perlu mencermati kembali keterkaitan lokal
dari potensi SDA, SDM, prasara dan kelembagaan dalam suatu system jaringan.
Sistem jaringan ini seyogianya secara sinergik saling memperkuat baik secara
vertical – dalam alur produksi dan hirarkhi kelembagaan – maupun secara
horizontal – dalam mobilitas SDM dan barang serta jasa yang terpadu dan
berdampak berantai secara maksimal.Diharapkan dengan telah terkelompoknya
(clustered) keempat hal itu dalam satuan-satuan yang logis-realistik akan
terbangunlah berbagai local networks yang secara sambung-menyambung membentuk
national network. Kuatnya tiap unit lokal akan dengan sendirinya memperkuat
unit nasional secara keseluruhan. Tiap unit ekonomi lokal diharapkan
akanmengembangkan komoditi unggulan daerah mereka masing-masing. Dengan cara
ini, kemandirian daeral/local tidak harus berarti keretakan nasional. Dan
dengan demikian prinsip kemandirian dalam kebersamaan dapat diwujudkan secara
nyata dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari paparan
saya di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa terlihat jelas proses
desentralisasi dan pemberian otonomi kepada daerah adalah suatu implikasi logis
dari proses reformasi yang secara sungguh-sungguh bertekad untuk mnyerahkan
kemabali kedaulalatan rakyat ke tangan rakyat. Dengan proses ini diharapkan
bahwa bukan saja kekuasaan dan wewenang eksekutif pusat dilimpahkan kepada
eksekutif daerah tetapi secara komperhensif dilakukan pemberdayaan rakyat di
daerah agar terbangun system dan mekanisme kontrol yang efektif demi
tertegaknya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Bila
pemberdayaan rakyat di daerah berhasil dilakukan maka kita telah membangun
landasan kemandirian yang kokoh bagi daerah bukan hanya sebagai unit politik
tetapi juga sebagai unit ekonomi yang saling terkait dengan daerah-daerah
sekitarnya. Kekokohan unit ekonomi local adalah landasan kekokohan unit ekonomi
nasional. Bila daya saing ekonomi lokal meningkat maka dengan sendirinya daya
saing ekonomi nasional juga turut meningkat. Dengan demikian kemandirian lokal
tidak perlu mengancam keutuhan nasional malah sebaliknya menjadi bongkah-utama
(main building blocks) dari kesatuan Negara RI.
Kesimpulan
Kekurangan
Otonomi Daerah
Menurut saya, permasalahan di
seputar otonomi daerah yang tidak kunjung selesai dan bahkan telah memunculkan
ide beberapa daerah untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia. Perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah dinilai kurang adil pembagiannya, karena
ternyata daerah hanya memperoleh sebagian kecil dari potensi yang dimilikinya.
Di sisi lain pemerintah daerah juga diperhadapkan pada berbagai tantangan
baik internal maupun eksternal. Tantangan internal yang dihadapi oleh pemerintah
antara lain adalah lemahnya sumber daya aparatur pemerintah daerah, sementara
masyarakat telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga tuntutan
terhadap pengelolaan pemerintahan daerah yang sangat demokratis akan mewarnai
perjalan pemerintahan itu sendiri. Sedangkan secara eksternal pemerintah daerah
diberhadapkan pada arus perubahan yang semakin cepat dan mengglobal yang harus
direspons oleh pemerintah daerah.
Kesimpulan
Kelebihan dan kekurangan otonomi daerah jika ditinjau dari segi ekonomi,
pendidikan, dan politik yaitu:
1.
Otonomi
Daerah, prinsipnya adalah Desentralisasi. Jadi tiap daerah, diberi kewenangan
untuk mengembangkan potensi masing-masing, untuk mensejahterahkan
masyarakatnya.
2.
Dengan
substansi diatas, Otonomi daerah, dipandang lebih effective, bagi suatu Negara
(misalnya Indonesia), dibanding dengan Sentralisasi, yang dianggap akan
menghambat proses pembangunan daerah, karena adanya Birokrasi di semua bidang.
3.
Segi
positivenya,Daerah dapat mengembangkan sendiri potensinya,tanpa ada hambatan
Teknis maupun Birokratis, sehingga secara teori, pembangunan disegala bidang
akan terpacu lebih cepat,lebih effisien dan lebih murah.Artinya tidak terjadi
High Cost Economic disemua aktivitasnya.
4.
Segi
Negativenya, akan terjadi perbedaan-perbedaan pada tataran politik, ekonomi,
pendidikan antara satu daerah dengan daerah lain, karena SDM (Sumber Daya
Manusia),bisa sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.Kelemahan
lain,Daerah yang mendapatkan otonomi, sering kali akan membuat kebijakan-kebijakan
sendiri yang terkadang bertentangan dengan kebijakan pusat, akibatnya akan
terjadi kesimpang siuran aturan, antara satu dengan lainnya. Hal ini akan
membingungkan banyak pihak, baik dlm kegiatan ekonomi,maupun kegiatan-kegiatan
lainnya.
5.
Jadi
otonomi Daerah akan memberi manfaat yang sangat positive, bilamana daerah
tersebut memang sudah siap untuk mendapatkan Otonomi. Otonomi, tidak dapat
dipaksakan, melainkan diberikan dengan syarat-syarat, yang diperkirakan sudah
dipenuhi oleh daerah tersebut. Otonomi daerah, hendaknya tidak dikaitkan dengan
keputusan dan pertimbangan Politik. Bila ini yang terjadi, maka Otonomi , akan
semakin jauh dari harapan untuk mensejahterahkan kehidupan masyarakatnya.
***
0 Komen:
Posting Komentar